Ketika Indonesia Menjadi Bangsa yang Penakut
cr: market-o |
PS: mas Boy
itu menteri Aksi dan Propaganda gue di BEM dulu, bukan Boy-nya si Emon, apalagi
si Boy anak jalanan.
Sebelumnya akan
gue peringatkan. Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis, dan tidak terikat
dengan pihak mana pun. Gue sangat terbuka jika kalian mau berdiskusi, baik itu
pro atau kontra.
Atau barangkali
setelah baca tulisan ini, ada yang merasa gue berbakat, dan ingin menyalonkan
gue jadi anggota DPR, silakan kirim penawaran Anda ke surel nurulizeddin95@gmail.com
terima kasih, ambil aja kembaliannya.
Tulisan ini
dimulai karena keresahan gue akan orang-orang yang entah kenapa, jadi takut
sama bangsa sendiri. Tadi malam gue berselancar di twitter seperti biasanya. Mengungkapkan
kesedihan-kesedihan, karena semalam gue lagi rindu-rindunya sama nyokap.
Tau-tau
muncul di timeline, tweet seseorang
(gue gak tau dia siapa), yang protes karena ada tulisan Han-zi di stasiun Commuterline, di Cawang.
Gue ngakak.
Gue gak
yakin kalau itu tulisan Han-zi, soalnya emang gak jelas. Sebagai mantan calon
wisudawati mahasiswi Sastra Asia Timur, tentunya gue tau gimana itu bentuk
dari tulisan mandarin.
Bodohnya,
ini orang kok ya ngeyel banget kalau itu tulisan Han-zi, dan minta agar
tulisan itu dihapus, atau papannya dimatikan sekalian, dengan dalih “Bahasa
kita adalah bahasa Indonesia, bahasa yang diperjuangkan sejak tahun 1928 oleh
leluhur kita”.
Kok ya malah
bikin gue makin ngakak. Seriusan deh. Rahang gue sampai sakit gara-gara ketawa
berlebihan.
Oke, maaf.
Gue tau kalau
banyak banget orang yang benci sama pemerintahan sekarang, karena jagoannya
kalah di Pilpres 2014 lalu. Tapi kenapa sih, orang-orang ini pada ga mau move on? Bukannya ga bisa, lho. Merekanya
aja yang ga mau.
Mereka lebih
suka untuk ngotor-ngotorin hati dengan cara menebar kebencian pada pemerintahan
sekarang. Padahal mah, ngaruh buat Presiden juga enggak. Kan kasian.
Apalagi akhir-akhir
ini isu Indonesia akan dikuasai oleh negara Cina (maaf, gue males ngetik
tiongkok), lagi marak-maraknya digoreng sana-sini. Mbok ya kalau tolol jangan ngajak-ngajak tho.
Yaelah, makanye tong, jangan baca berita
dari portal berita abal-abal. Ngana bilang kalau ngana cerdas nan
berpendidikan, tapi nyaring isu saja ngana tra bisa. Cemmana pulak! *elap
keringet pake handuk di leher*
Padahal
sudah dikonfirmasi oleh Kementrian Tenaga Kerja, kalau 10 Juta orang itu adalah
target turis, bukan calon tenaga kerja.
Please, lah. Indonesia kenapa masyarakatnya jadi pesimis dan penakut gini sih? orang-orang ini bukannya memberikan pencerdasan kepada masyarakat yang lain dalam menghadapi arus globalisasi, kok ya malah bikin tolol negara sendiri. Nyusahin negara aja.
Kenapa bisa sebanyak itu turisnya?
Perlu gue
kasih tau kah, kalau di luar negeri itu banyak kampanye Visit Indonesia? Gak cuma di Cina, kok. Di negara-negara Eropa, dan
benua lainnya juga banyak. Kalau banyak visitor dari Cina, mungkin salah satu
faktor terbesarnya karena Indonesia sedang menjalin hubungan baik dengan negara
tersebut.
Kalaupun
mereka datang ke sini untuk jadi tenaga kerja, emang kenapa? Gue rasa sekarang
alasan sulitnya mencari lapangan pekerjaan sudah enggak berlaku lagi, karena
emang dasar elonya aja yang males dan gengsian, lantas jadi kebanyakan
pilih-pilih kerjaan.
Baru kerja
pertama kali kok ya ngarep dapet kerjaan enak, gaji besar, dan pekerjaan yang gak
bikin setres. Ya ngimpi itu namanya.
Coba kalian
jalan-jalan ke luar negeri. Lihat deh di fasilitas-fasilitas umumnya, ada gak
tulisan bahasa Indonesia? Gak ada? Kalau ada, kalian bangga gak liatnya? Ya pasti
bangga dong.
Gue belum
pernah ke Paris, tapi kalau seandainya gue jalan-jalan ke sana, dan di
fasilitas umumnya mereka pakai keterangan bahasa Indonesia, tentu gue akan
dengan senang hati menghabiskan uang gue di sana. Kenapa? Karena gue merasa
terhormat, negara gue dihargai.
Begitu juga
seharusnya di Indonesia. Gue sangat menyarankan agar pemerintah juga
menggunakan bahasa asing pada fasiltas-fasilitas umum, sebagai strategi agar
mereka merasa terhormat dan mereka akan dengan senang hati menghabiskan uangnya
di sini. Kalau sudah begitu, yang untung siapa? Indonesia. Yang makmur siapa? Indonesia.
Pemasukan negara bisa bertambah dan uangnya bisa bermanfaat untuk masyarakat. Gitu
lho.
Indonesia kan
punya identitas sebagai negara yang ramah. Tunjukkan keramahan kalian pada
semua orang. Jangan rasis. Ramah sama bule doang, tapi sama sesama orang Asia
enggak. Payah.
Kalau suatu
hari nanti negeri ini dijajah oleh Cina, itu karena kesalahan kalian sendiri. Kalian
yang selalu berpikiran negatif terhadap negara tersebut.
Mana tau
kan, mereka yang tadi niatnya cuma mau jalan-jalan, pas balik ke negaranya
malah merencanakan untuk menyerang Indonesia, karena mereka enggak dapat
perlakuan yang menyenangkan selama di sini. Gue kalau jadi mereka sih bakalan
gitu. Gue niat liburan, tapi malah jadi bahan cacian di negeri orang. Ogah banget
gue balik ke negara itu lagi.
Turis Cina
kalian caci maki, giliran teroris kalian puji-puji. Otaknya di mana nich law
leh taw? Di dengkul? Apa di rumah makan padang? Kzl.
Masih bisa
kita ingat, kalau beberapa waktu yang lalu Indonesia berhasil menembak teroris
Santoso yang selama ini bersembunyi di dalam hutan di Poso. Gue mengapresiasi
kepolisian beserta pihak terkait karena berhasil menembak mati teroris yang
sudah jelas sangat berbahaya bagi negeri ini, tapi kalian tau apa yang bikin
gue tercengang?
Gue tercengang
karena banyak orang-orang yang memuji kematian dia, bahkan melebih-lebihkan. Sampai-sampai
masuk portal berita (ya tau sih, portalnya abal-abal). Dia dipuji-puji layaknya
pahlawan yang wajib dikenang. Seolah kematiannya adalah panggilan surga.
BENTAR GAES,
GAES?
PLEASE LAH,
PADA SEHAT GAK SIH INI?
HALOOOO?
Sebenarnya
masih banyak yang pengen gue tulis lagi. Tapi berhubung es susu coklat gue udah
habis, dan gue ngantuk sekarang, maka gue nyatakan kalau tulisan ini akan gue
sambung pada bagian berikutnya.
Salam,
-an.
0 komentar