Kenangan Semasa Kecil
Copyright: weheartit |
Tulisan ini
dibuat selain karena supaya blog gue ada isinya, juga karena saat ini gue
sedang merindukan rumah, keluarga, dan masa kecil gue. Gue ingin berbagi dengan
kalian, tentang indahnya kehidupan masa kecil gue.
Sedikit informasi,
gue merupakan bungsu, perempuan satu-satunya dari 5 bersaudara. Oh, jangan
pernah kalian berpikir kalau gue manja ya. Gue memang anak yang paling dimanja,
tetapi gue punya mental seperti anak pertama.
Hehe,
bohong.
Hal yang
selama ini selalu gue syukuri adalah: gue terlahir di tengah keluarga yang semuanya
punya hobi membaca. Orangtua gue dulu pernah tinggal selama 18 tahun di
Timor-Timur, yang sekarang lebih dikenal sebagai Timor Leste.
Sejak menikah
dengan almarhum bokap gue, nyokap dengan rapihnya menyimpan buku-buku bokap –dan
anak-anaknya juga. Mulai dari awalnya tinggal di Semarang, Timor-Timur, lalu
balik lagi ke Lampung, sampai saat ini buku-buku bokap itu masih ada. Ya,
walaupun kebanyakan tentang tumbuh-tumbuhan, karena bokap dulunya seorang
Insinyur Pertanian.
Yang terkadang
suka bikin senyum-senyum sendiri adalah ketika mengingat fakta bahwa bokap adalah penggemar manga. Iya,
komik. Terutama kalo ceritanya tentang perang-perang gitu, aduh! Beliau bakalan
cuekin anak-anaknya di hari libur demi bisa melakukan hobinya tersebut.
Dulu ketika
gue dan kakak-kakak masih pada di rumah, setiap sabtu malam, gue dan
keluarga biasanya membaca di ruang keluarga. Bokap yang baca komik, kakak-kakak
gue yang baca majalah bola, nyokap yang baca majalah femina atau resep masakan,
bahkan gue yang baru bisa baca juga ikutan nimbrung bacaan nyokap, sampai akhirnya
gue dilangganin nyokap majalah Bobo. Terlihat sepele memang, tapi ternyata itu
berdampak besar pada hidup gue.
Rutinitas tersebut
berlangsung cukup lama, tapi gak terlalu lama. Karena akhirnya kakak-kakak gue
sudah mengalihkan minatnya ke game konsol waktu itu (sekitar tahun 99an),
jadi setiap punya waktu luang mereka gak lagi membaca, tetapi main Nintendo. Tapi
kebiasaan membaca itu enggak pernah bisa terlepas dari darah daging kami,
terutama gue.
Gue lahir
dan besar di Lampung. Iya, gue merasa yang paling menyedihkan. Kakak pertama
dan kedua gue lahir di Semarang, yang ketiga dan keempat lahir di Dili. Iya,
cuma gue yang lahir dan besar di Lampung. Nggak tau kenapa, bagian ini yang
paling bikin gue sedih. Kenapa nyokap dulu nggak lahirin gue di Amerika
gitu, atau di Jerman.
Di antara
bokap dan nyokap, gue paling deket sama bokap. Kalau bokap pergi dinas ke luar
kota berhari-hari, sesungguhnya gue yang paling tersiksa. Gue bisa nangis
sepanjang malam karena kangen beliau. Gue bisa rewel, enggak tidur, dan bahkan
sampai sakit. Akhirnya setiap bokap mau dinas ke luar kota, nyokap selalu
pakein baju yang terakhir dipakai bokap.
Biar baunya nempel, dan gak kangen
katanya.
Terlahir
sebagai anak terakhir dan perempuan satu-satunya, tentu gue sangat dimanja. Gue
punya selisih 7 tahun dengan kakak yang di atas gue, namanya Rahmad. Dia kakak
yang paling dekat dengan gue. Gue enggak pernah berani narik rambut kakak gue
yang lain selain dia.
cr: celina |
Kalau gue
dan dia ada di rumah, kita suka berantem. Ya berantem main-main gitu. Sampe
jambak-jambakan, dan berakhir dengan teriakan aduan ke nyokap,
“Mamaaa
dedek maaa”, atau
“Maaa, liat
nih kak rahmad jambak-jambak rambut maa, nanti jadi rontok!”
Dan selalu
berakhir dengan kemenangan atas gue. *smirk*
Waktu gue
kecil, kakak gue yang satu ini sering banget ngusilin gue, sampai bikin nangis.
Pernah suatu hari, di ruang paling depan di rumah gue, dia lagi mainan bola
kasti. Dia main sendirian, bolanya dilempar-lempar ke tembok.
Sebagai anak
kecil yang pengin ikutan tapi gak dikasih main, akhirnya gue memutuskan untuk
duduk, dan melihat dia mainin bola itu. Lalu gue berdiri, dan kepala gue
kebentur daun jendela. Cukup kuat, karena sakit banget sampai gue nangis.
Karena tangisan
gue cukup kencang, bokap yang sewaktu itu lagi tidur siang langsung bangun
dengan mata merah dan nyamperin gue. Bokap nanya gue kenapa, lalu karena gue
emang lagi kesel sama kakak gue, akhirnya gue tunjuk aja dia. Bokap akhirnya
marahin dia, dan dia jadi ikutan nangis. Lol!
Gue lupa
kejadian ini di tahun berapa. Yang jelas, entah kenapa ingatan masa kecil gue
semuanya tersimpan rapi, dan akhir-akhir ini sering sekali muncul.
Tapi gue
sangat bersyukur punya seorang kakak yang begitu dekat dengan gue. Kita tumbuh
bersama, dengan kasih sayang yang sama pula. Beberapa kali gue jatuh
sejatuh-jatuhnya, dia selalu ada buat gue.
Pernah gue
punya masalah dengan seorang teman. Di tahun pertama kuliah, gue sudah menerima
masalah yang cukup pelik. Sendirian, di kota orang.
Dia semangatin gue dan
bilang kalau semuanya bakalan baik-baik aja. Dia pernah bilang, seandainya dia
bisa, dia bakalan ke Jogja buat nemenin gue. tapi dengar suaranya via telpon aja
udah bisa bikin gue semangat lagi.
Jika kalian
sedang berada dalam keterpurukan, jangan lari ke orang lain. Teman bisa aja
baik di depan wajah kalian, tapi ketika di belakang, beberapa mulutnya sangat
berbisa.
Ah! Rindu rasanya
bertemu keluarga. Semoga mereka senantiasa dalam lindungan semesta.
0 komentar