Kkuma



Copyright: weheartit


Gue enggak tau kenapa Tuhan menakdirkan gue dengan hati yang seperti ini. Gue enggak terlalu tertarik dengan perasaan manusia. Maksudnya, lebih ke-gak peduli. Gue enggak akan sedih liat orang miskin di pinggir jalan, enggak. Karena sebenarnya kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik jika mereka mau lebih berusaha. Tapi gue bisa nangis sepanjang jalan kalau lihat kucing terlantar, dan kelaparan. 

 
Iya, hati gue serumit itu. 


Beberapa hari yang lalu, Mama ngabarin gue, kalau 3 kucing gue gak ada semua. Dan entah kenapa gue jadi menuduh kakak gue yang buang, karena isterinya baru aja melahirkan. 

Gue enggak tau kenapa manusia punya sisi jahat terhadap makhluk lain yang jelas lebih lemah. Setiap dengar kabar kalau kucing gue gak ada, hati gue sepatah itu.
Rasanya benar-benar lebih sakit daripada diputusin pacar. Beneran. 

Ini bukan pertama kalinya gue kehilangan kucing. Sebelum-sebelumnya ada banyak sekali kucing gue yang tau-tau hilang. Entah itu mati, diambil orang, atau pergi karena kemauan mereka sendiri. Gue sudah terbiasa memelihara kucing sejak kecil, bahkan sejak sebelum sekolah. 

Jika gue hitung-hitung, total kucing yang pernah gue pelihara berjumlah 13. Semuanya laki-laki dan semuanya kucing kampung. Keluarga gue memang gak mau pelihara kucing betina, karena ribet. Selain itu, dulu-dulu tiap pelihara kucing betina pasti gak awet, alias cepet mati. entahlah. 

Gue masih ingat benar, beberapa tahun lalu, menjelang lebaran. Gue keliling-keliling sekitaran rumah, naik motor. Waktu itu sambil beli sesuatu, tapi lupa apa. Di perjalanan pulang, gue sengaja lewat jalan yang lebih jauh dari biasanya. Karena memang sengaja gak ngebut, tiba-tiba di tengah jalan gue melihat seekor anak kucing. 

Awalnya gue cuek. tapi beberapa meter kemudian, gue menghentikan motor, dan berjalan mundur. Gue masih ingat akan badannya yang mungil, dan pupil matanya yang membesar saat melihat gue.


“mpus, kamu kenapa?”


Gue melihat kedua kaki belakangnya yang ke belakang. Gak biasanya gue melihat kucing dengan kaki begitu. Sesaat kemudian, gue mengangkat badan mungilnya, dan menapakkan kedua kaki belakangnya ke telapak tangan gue, yang ternyata ga berfungsi. Tanpa pikir panjang, akhirnya si kucing gue masukin ke kantong plastik belanjaan gue, dan gue langsung ngebut pulang ke rumah. 

Sampai di rumah, gue langsung menghamburkan diri ke depan tivi. Ada mama dan kakak gue. gue pun langsung nangis sambil ngeluarin kucing tadi. Gue minta tolong ke mama dan kakak gue untuk lihat apa yang terjadi dengan kucing ini.
Kucing itu pun dipegang sama kakak, dan ditaro di lantai. Dia gak bisa berdiri. Gue nangis. 

Lalu kucing kecil itu berjalan dengan dua kaki depannya menuju makanan kucing yang ada di sebelah rumah kardus milik hitam dan putih. Waktu itu di rumah baru aja adopsi Hitam dan Putih. Si Hitam pemberian dari salah satu teman yang sering main ke rumah, dan si Putih dipungut kak rahmad dari tempat sampah. 

Gue melihat kucing kecil itu makan dengan lahap, sesaat kemudian dia masuk ke dalam rumah kardus. Mungkin karena ada bau kucing lain di dalam sana.
Karena enggak tega, gue pun memohon sama mama supaya kucing kecil itu dipiara walaupun dia cacat, dan mama menyetujui. Keluarga gue memang tipikal yang gak tegaan sama hewan. 

hari pertama Kkuma

Malam harinya, gue sempat bermain dengan kucing kecil itu–yang akhirnya diberi nama Kkuma. Gue memang enggak pernah jijik sama kucing, meskipun belum dimandiin. Malam itu gue dan Kkuma bermain sampai kami sama-sama tertidur. Gue tidur di sofa, Kkuma tidur di atas badan gue. Sampai akhirnya gue bangun, dan menyadari sesuatu.

Bangun sahur, gue menengok Kkuma di dalam rumah kardus yang sekarang miliknya. Hitam dan putih udah enggak mau main di sana lagi, karena rumah kardus itu udah gak muat untuk mereka berdua. 

Gue melihat Kkuma, lalu melihat sesuatu yang aneh. Gue pun akhirnya mengambil kacamata dan ternyata ada sesuatu di kaki Kkuma. Banyak ulat kecil yang keluar dari kaki belakang Kkuma, gue pun teriak dan kak rahmad pun datang. Mama yang waktu itu masih menyiapkan makan sahur pun langsung menghampiri.


“kenapa?” kata mama. Gue nangis, gak tega lihat Kkuma. 


Tanpa basa-basi, kakak gue langsung pergi ke apotek yang masih buka. Kakak sepertinya beli beberapa obat-obatan untuk mensterilkan luka Kkuma.
Gak lama, kakak pulang. Dengan dibantu mama, kakak mengobati luka Kkuma. Sedangkan gue cuma bisa pasrah nunggu di dalam, dan udah gak punya selera lagi untuk makan. 

“udah gapapa”, kata kakak. Kkuma pun dibawa masuk dengan kaki yang diperban, kemudian dia selimuti kain. 

Beberapa hari setelah diadopsi, Kkuma sepertinya merasa bahagia. Dia makan begitu lahap, sampai-sampai perutnya membucit. Kakinya sudah membaik, walaupun dia tetep gak bisa jalan dengan empat kaki, tapi seenggaknya kakinya sudah gak infeksi lagi. 

Karena banyak makan, perut Kkuma jadi membuncit dan makin membuncit. Masalahnya, selama beberapa hari itu dia belum juga buang air. Kakak berniat untuk membawa kkuma ke dokter hewan, tapi waktu itu di kota gue sama sekali belum ada dokter hewan yang praktik. Iya, separah itu. 

Kakak pun akhirnya bertanya kepada teman-temannya yang dokter hewan, tentang obat pencahar apa yang aman dikonsumsi oleh kucing. Dengan telaten kakak merawat Kkuma. 

Kkuma yang awalnya gak memiliki harapan hidup, ternyata bisa bertahan dan menjadi kucing yang cerdas dan tampan. 

Kkuma setelah setahun dirawat
Semua makhluk hidup pasti punya rasa cemburu. Di awal, hitam dan putih jadi sensitif kalau ada Kkuma. Gue sempet  jengkel sama dua kucing ini, karena kasihan sama Kkuma yang gak punya teman main. Waktu itu kuma terlalu kecil untuk mereka. sampai lama-lama akhirnya mereka bertiga bisa beradaptasi, dan si putih pun dekat dengan Kkuma. Bahkan saking dekatnya, ke mana Kkuma pergi, di situ pasti ada si putih. Putih yang tumbuh menjadi kucing dewasa seolah punya rasa tanggung jawab untuk menjaga Kkuma yang nakalnya minta ampun!

si Hitam
 Mama bilang, di antara ketiga kucing tersebut, mama paling suka sama si Kkuma. Walaupun cacat, kalau dipanggil Kkuma pasti selalu datang. Beda dengan hitam dan putih yang ndablek kalo dipanggil. Selain itu, tiap mau dikasih makan Kkuma selalu datang duluan. Larinya pun lebih cepat dari si hitam dan putih meskipun mereka sedang berada di tempat yang sama. 

si Putih dan Kkuma


Kkuma pun nakalnya luar biasa. Kalau mama lagi nonton tv, pasti dia mengeong minta dipangku. Kalau sudah berisik, biasanya mama membedong Kkuma sampai gak berkutik layaknya bayi, dan dalam sekejap, Kkuma pun tertidur pulas.
Karena jauh, gue cuma bisa ketemu Kkuma tiap liburan semester. Setiap hari gue enggak lupa untuk menanyakan kabar dia ke mama. Sampai akhirnya kabar itu sudah gak terdengar lagi. 

Kkuma akhirnya mati. Mungkin karena memang sudah waktunya. Dia sama sekali enggak mau makan dan enggak mau minum. Mama pun baru mengabarkan setelah hampir dua bulan sejak kematian Kkuma. 

“mama juga sedih dek, dia matinya sambil mama peluk”.

Seketika hati gue hancur berkeping-keping. Tapi di sisi lain gue bahagia, karena Kkuma enggak mati dalam keadaan menyedihkan seperti yang gue temukan dulu. Setidaknya dia sempat bahagia, dan tau akan rasanya kehangatan keluarga. 



Share:

1 komentar

  1. Semoga Kkuma tenang di sana dan kak nurul dapat penggantinya yang lebih lucu dan lebih banyak.

    BalasHapus