Soal Pelecehan Seksual: Apa yang Harus Dilakukan Perempuan?
Copyright: weheartit |
Kemarin
twitter diramaikan dengan tweet dr. Falla Adinda yang nge-tweet kalau teh Falla
baru aja mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari tukang parkir, yang
melakukan Cat-Call, yaitu salah satu jenis pelecehan seksual yang membuat teh Falla merasa tidak
nyaman. Untuk yang belum mengerti apa itu Cat-Call, gue akan sedikit
menjelaskan secara umum di bawah.
Cat-Call/verb/: make a
whistle, shout, or comment of a sexual nature to woman passing by.
Jadi,
Cat-Call ini bisa berbentuk sebagai godaan maupun ejekan terhadap perempuan,
yang dilakukan oleh lawan jenis, dan biasanya terjadi ketika sedang di jalan.
Misalnya:
kalian sedang jalan sendirian. Lalu ada satu atau bahkan segerombol orang yang
tau-tau menegur kalian dengan nada menggoda.
“cewek, mau
ke mana? Mampir sini dong.”
Atau
“sendirian
aja, neng? Pacarnya mana? Mau dianterin gak?”
Bahkan yang
lebih parah, godaan itu bisa bawa-bawa fisik. Jenis godaan seperti ini tentunya
akan membuat orang yang digoda merasa tidak nyaman. Teh Falla sendiri kemarin
langsung lapor ke polisi, terkait godaan yang diterimanya.
Tapi, kalian
tau apa yang terjadi?
Polisi tersebut
tidak menggubris laporan teh Falla, dan malah cengengesan.
Polisi
tersebut enggan membantu teh Falla, karena menurutnya orang yang menggoda
tersebut tidak melakukan sampai menyentuh fisik teh Falla. Hal ini tentu
membuat gue mengernyitkan dahi.
Kekerasan sendiri
terbagi menjadi dua, yaitu kekerasa fisik dan kekerasan verbal, dan apa yang
sudah dialami teh Falla kemarin termasuk dalam kekerasan seksual secara verbal.
Kekerasan tetap lah kekerasan, apapun bentuknya. Beruntung akhirnya kasus teh
falla kemarin ada yang menindak lanjuti, sehingga kemarin orang yang melakukan
godaan tersebut akhirnya ditegur.
Lalu tadi pagi
juga gue sempat melihat video seorang perempuan yang sedang memaki-maki salah
seorang pegawai, yang ketahuan sedang melakukan pelecehan seksual. Perempuan
itu memaki-maki pegawai tersebut, karena pegawai tersebut ketahuan mau merekam
si perempuan yang akan memakai toilet.
Kronologi
yang gue tangkap di situ adalah, ketika sang perempuan akan memakai toilet,
tiba-tiba ada salah seorang pegawai yang meminta agar dia memakai toilet itu
lebih dulu. Si pegawai laki-laki masuk ke toilet dengan membawa ponsel, lalu
keluar dengan tangan kosong. Hal itu tentunya membuat si perempuan curiga, lalu
di dalam toilet dia memerika semuanya. Mulai dari cermin, juga dia sampai naik ke kloset untuk melihat
ke atas pengharum ruangan yang tergantung di tembok, dan dia belum menemukan
apa-apa. Sampai akhirnya perempuan tersebut menginjak kain pel yang ada di
pojokan, dan menemukan ponsel dengan keadaan kamera yang sedang merekam video.
Perempuan itu
pun marah besar, dan menginterogasi si pegawai laki-laki mesum gak bertanggung
jawab tersebut. Kalian tau apa yang terjadi? Si pegawai laki-laki itu malah
cengengesan, dan dia juga mengakui bahwa dia yang melakukannya. Durasi di video
tersebut cukup singkat, jadi gue enggak tau apa kelanjutannya. Gue harap
laki-laki tersebut diberi hukuman, karena gue yakin banget ini bukan kali
pertama dia melakukannya.
Pengalaman di Jakarta
Gue sendiri
pernah mengalami pelecehan seksual serupa, sekitar setahun lalu di Jakarta. Waktu
itu sekitar awal Juli, bulan puasa menjelang lebaran. Libur semester sudah dimulai, dan gue berencana untuk pulang ke rumah.
Gue pernah
cerita di tulisan ini kalau gue
lahir dan besar di Lampung. Bisa dibilang Lampung sudah menjadi kampung halaman
gue, walaupun gue sama sekali enggak punya darah sana.
Awalnya gue
berencana pulang dengan pesawat, tapi sayangnya gue ketinggalan pesawat karena
bangun kesiangan. Iya, gue segoblok itu. Akirnya dengan berbagai pertimbangan, gue
memutuskan untuk pulang dengan kereta. Naik kereta pulang ke Lampung, untuk pertama
kalinya.
Selama kuliah
di Jogja, gue sama sekali belum pernah berpergian dengan kereta. Gue pun
akhirnya bertanya ke room-mate gue, kak Dias, yang kebetulan juga sama-sama
dari Lampung, dan kebetulan juga dia masih ada kerjaan jadi belum mudik.
Awalnya gue
mau pulang bareng dengan kak Dias, yang juga mau pulang dengan kereta. Tapi sayangnya,
kak Dias baru akan pulang beberapa hari lagi, karena masih punya banyak urusan
yang belum selesai. Sedangkan gue, gue udah ada janji sama nyokap untuk pulang
tanggal sekian. Jadilah gue memutuskan untuk pulang sendirian.
Pukul 4
sore, gue naik kereta dari Stasiun Lempuyangan, menuju Stasiun Pasar Senen,
Jakarta. Pukul 1 dini hari akhirnya gue sampai di Jakarta. Di Jakarta,
sendirian, untuk pertama kalinya. Sebenarnya kakak tertua gue ada di Jakarta,
tapi entah kenapa hari itu gue enggan mengabarkan perjalanan gue kepada
siapapun. I just want to do it by my self,
seperti itu lah.
Awalnya gue
mumutuskan untuk menunggu di stasiun sampai matahari terbit, tetapi gue
mengurungkan niat tersebut setelah The Lord Google, memberi tau bahwa bus yang
akan gue naiki ternyata sudah ada pada pukul 3 pagi. Bus yang menuju dermaga
Merak tersebut ternyata cuma ada di terminal kalideres, dan terminal kampung
rambutan. Akhirnya sekitar pukul 3, gue
naik taksi menuju salah satu terminal tersebut.
Sampai di
terminal kalideres, sopir taksi yang gue tumpangi menyarankan supaya gue naik
angkot langsung ke tempat bus itu berasal. Soalnya keadaan terminal waktu itu
sangat sepi, karena memang masih dini hari. Sopir taksi itu pun berbaik hati
memastikan tujuan gue dengan bertanya ke sopir angkot. Gue pun akhirnya masuk
ke angkot dan menunggu beberapa saat karena angkotnya masih sepi.
Waktu itu
penumpang angkot cuma ada gue dan dua pemuda lainnya. Gue memilih diam dan
chatting dengan pacar (sekarang mantan), yang kebetulan masih di kantor jam
segitu. Pemuda itu
pun akhirnya berbasa-basi nanya gue mau ke mana, gue jawab kalo gue mau pulang
ke Lampung. Dia pun bercerita kalau dia dan temannya berasal dari Palembang,
yang artinya kami sama-sama dari Sumatera.
“Oh”, jawab
gue karena memang gak tertarik.
Beberapa menit
kemudian, angkot akhirnya penuh dan jalan juga. Sopir angkot itu juga berasal
dari Palembang, yang gue tau dari pemuda yang duduk di depan gue tadi. Setelah kira-kira
15 menit melaju, ada penumpang yang turun tepat di pul bus yang akan gue
tumpangi. Gue pun bilang ke sopirnya kalau gue mau turun, tapi ternyata gue gak
dikasih turun karena katanya itu mobil tujuan ke Bandung bukan ke dermaga
Merak. Gue pun diam beberapa saat, dan masih mencoba untuk berpikir positif.
Enggak lama,
penumpang yang duduk di kursi sebelah sopir pun turun, dan si sopir meminta gue
untuk duduk di situ. Gue pun pindah, karena gue berpikir di situ lebih aman,
dan ternyata dugaan gue salah. Beberapa menit kemudian angkot tersebut kosong,
dan tinggal gue sama si sopir.
Si sopir
berengsek ini memang sengaja menciptakan situas yang benar-benar enggak
menyenangkan bagi gue. dia mulai menggoda degan bertanya-tanya tentang hal-hal
pribadi gue. dia nanya apa gue punya pacar, dan sebagainya dengan nada menggoda,
dia juga sampai bilang kalau dia mau main ke rumah gue.
Kalau kalian
berada di posisi gue, gue yakin kalian bakalan ketakutan dan panik setengah
mati. Gue juga ketakutan, tetapi gue berusaha untuk enggak panik. Gue mulai
memikirkan segala cara, bagaimana caranya supaya gue bisa turun dari angkot
sialan itu.
Kemudian akhirnya
dia nanya nama gue dan meminta nomor hape gue. Gue enggak mau nolak, lalu
berakhir dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Enggak. Gue mencoba
untuk mengikuti permainan dia, sampai akhirnya gue bisa keluar dengan selamat.
Gue pun
akhirnya memberikan nomor hape gue yang udah mati, dan nama palsu, dan dia
percaya. Lalu dia mulai meninggikan dirinya, memuji-muji diri sendiri supaya
gue terpikat, bahkan dia sampai ngajakin gue sahur. Tapi sebelum itu terjadi,
gue meminta dia untuk memutar balik arah mobilnya, kembali ke pul bus yang akan
gue tumpangi.
Dengan berbagai
alasan dia menolak, tetapi akhirnya dia nurut juga. Awalnya dia enggak
membolehkan gue untuk turun, tapi gue bilang mau beli minum. Dia enggak
membiarkan gue turun di warung depan pul bus yang waktu itu ramai dengan orang,
dia memilih untuk nurunin gue di minimarket yang ada pas di samping pul bus
tersebut.
Gue segera turun
dan masuk ke dalam minimarket. Enggak, gue gak haus. Minuman gue di tas juga
masih banyak, dan juga gue masih punya roti untuk dimakan. Terus gue ngambil
minum, dan bayar di kasir. Sesaat kemudian, gue minta tolong ke kasir tersebut
untuk ngambil koper gue yang ada di angkot sialan itu. Mas-mas kasir itu
sepertinya tau akan situasi gue, dan dia akhirnya mau ngambilin koper di dalam
angkot, lalu gue melempar uang dua puluh ribuan ke muka si sopir, dan langsung
masuk ke minimarket. Angkot sialan itu pun pergi, dan gue selamat.
Yang harus dilakukan Perempuan Jika
Terjadi Pelecehan Seksual
Waktu itu gue
memang enggak lapor ke mana-mana, karena fokus gue saat itu adalah gue harus sampai ke rumah, hari itu juga. Gue juga enggak menceritakan pengalaman
mengerikan ini ke siapa-siapa selain dua sahabat gue, dan pacar gue saat ini. Sampai akhirnya gue memutuskan untuk bercerita ke kalian semua supaya hal-hal gak
menyenangkan seperti di atas tidak terjadi dengan kalian.
Jika kalian
berada di situasi tidak menyenangkan, tetapi posisi kalian mendukung, segera
lari dan laporkan ke pihak yang berwajib. Tetapi jika kalian berada di posisi
gue, hal pertama yang harus kalian lakukan adalah jangan panik, dan mulai
berpikir bagaimana caranya supaya kalian bisa lari tanpa harus bertaruh dengan
nyawa kalian.
Apa yang gue
alami tentunya memiliki resiko pemerkosaan dan pembunuhan yang besar, makanya
sebisa mungkin gue untuk tetap tenang. Semoga ketiga cerita di atas bisa
membuat para perempuan untuk lebih berhati-hati. Enggak ada perempuan yang mau
dilecehkan, seseksi apapun pakaian mereka. Gue sama sekali enggak lagi berpakaian
seksi waktu itu. Jadi sekali lagi, jangan pernah menyalahkan pakaian perempuan.
Salam,
nuruliu
0 komentar