Ketika Isi Otak dan Celana Sama Sempitnya




Copyright: weheartit

Tulisan ini sengaja gue tulis untuk salah satu Komisi di Indonesia yang menurut gue saat ini gak ada gunanya, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia, atau biasa disingkat KPI. KPI ya, bukan PKI. Jangan ketuker!

Sebelumnya gue akan kembali menuliskan, kalau isi postingan ini sepenuhnya dari pribadi gue. Gue kembali ingin mengungkapkan unek-unek atas keanehan-keanehan yang terjadi, dan semua orang berhak mengungkapkan opininya bukan?

Sudah lama gue tau kalau Komisi Penyiaran Indonesia ini mulai bermasalah. Waktu itu ramai diperbincangkan di media sosial, kalau KPI memburamkan payudara sapi yang sedang diperah oleh seorang anak di salah satu stasiun televise.

Gue enggak terlalu peduli akan hal itu, karena gue sendiri memang enggak suka nonton TV. Di rumah TV selalu hidup dari subuh sampai tengah malam, tetapi gue hampir enggak pernah sengaja nonton TV, kecuali acara-acara tertentu yang bermanfaat. 

Kemudian akhir-akhir ini muncul lagi kabar kalau siaran-siaran di TV jadi semakin aneh. Gue masih ingat, saat acara pemilihan Puteri Indonesia yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televise swasta, para finalis yang saat itu sedang memperagakan busana, sebagian gambarnya diburamkan, Terutama di bagian dada dan paha.

Belum cukup dengan siaran ajang pemilihan Puteri Indonesia yang diburamkan, pakaian adat juga sering diburamkan oleh Komisi Penyiaran ini. Gambar sepasang pengantin yang mengenakan baju adat Jawa juga menjadi buram karena sang laki-laki tidak memakai atasan, dan yang perempuan juga hanya memakai kemben. Enggak cuma itu, pakaian adat papua juga sampai diburamkan lho! Sampai kartun-kartun juga! 

 
Bermutu banget gak sih tayangan televise kita ini? Tepuk tangan dong untuk KPI!



Tujuan KPI Sebenarnya

Gue enggak tau apa tujuan KPI sebenarnya dalam hal pemburaman tayangan-tayangan di televise. Gue enggak merasa bahwa memerah susu sapi merupakan tindakan pelecehan, dan bikin yang nonton jadi pengen merah susu orang yang ada di sebelahnya. Enggak, Enggak sama sekali. Gue malah melihat bahwa harusnya tayangan itu bisa mengedukasi masyarakat, terutama anak-anak untuk menambah wawasan.

Seumur hidup gue enggak pernah memerah susu sapi, tapi gue tau bagaimana caranya. Dari mana? ya dari televise! Bayangkan kalau anak kalian lagi nonton, trus tiba-tiba nanya:

“ma, itu kenapa gambarnya burem?”

Trus lo sabagai orangtua mau jawab apa? Gak akan ada jawaban yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan di atas. 

Secara enggak langsung, tontonan kayak gitu malah bisa membangun stigma negatif pada anak. Anak yang harusnya dapat ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat, pikirannya malah jadi jauh ke mana-mana. Pantas saja, jika anak-anak sekarang lebih memilih untuk nonton sinetron dan FTV cinta-cintaan yang enggak bermutu, daripada tayangan edukasi. 

arca pun diburamkan wtf



Orang Indonesia Jadi Semakin Rasis

Enggak hanya terjadi di Amerika, di Indonesia pun rasisme kerap dilakukan oleh sesamanya. Entah itu karena perbedaan warna kulit, suku, ras, atau agama.

Untuk hal yang satu ini gue masih heran, karena ini sudah tahun 2016 di mana kecanggihan teknologi harusnya bisa membuat pemikiran orang semakin terbuka, bukan malah kebalikannya.

Enggak ada manusia di dunia ini yang bisa memilih warna kulit, ras, suku, agama, bahkan orangtua saat mereka lahir. Enggak ada satupun yang bisa. Sayangnya rasisme ini sering dilakukan oleh kaum mayoritas di manapun mereka berada, tanpa terkecuali.

Jika di Amerika orang kulit putih rasis ke orang kulit hitam, maka di Indonesia ada juga golongan yang suka melakukannya ke kaum minoritas. Akui saja, kita semua tau kok itu siapa.

Indonesia sendiri terdiri dari beragam suku bangsa, adat, agama, dan bahasa. Nah, karena keberagaman ini harusnya lembaga pemerintahan bisa menyatukan semuanya. Seharusnya televise bisa membuat masyarakat jadi bisa saling menghargai satu sama lain.

Memburamkan pakaian adat termasuk kecacatan akan cita-cita sila ke-tiga dalam pancasila, yaitu: Persatuan Indonesia.

Kenapa gue bilang cacat? Bagaimana orang Indonesia bisa bersatu, wong pakaian adat temannya aja gak tau. Gimana orang lain bisa mengetahui dan menghargai pakaian yang dikenakan oleh suku lain, kalau ternyata apa yang mereka lihat itu gak jelas. Seperti orang Papua mengenakan koteka dan rok rumbai. Mereka bukan sedang melakukan aksi pornografi, tetapi memang itu lah pakaian adat mereka. pakaian adat kita. Kenapa harus diburamkan sih? Itu pakaian adat lho, KPI!


Pelecehan yang Sesungguhnya

Pahit gue bilang di sini, kalau ternyata pelaku pelecehan seksual yang sebenarya itu ternyata KPI.

Sejak kemarin ramai diperbincangkan, kalau acara Pekan Olahraga Nasional cabang olahraga renang ternyata pakaiannya diburamkan. Seorang atlet yang sedang diwawancara di kolam renang, gambarnya diburamkan. Gimana coba perasaan lo kalo si atlet itu ternyata elo?

umenumen

Salah apa lo diburamkan karena pakaian tanding lo terbuka? Pesan ini juga yang enggak tersampaikan oleh KPI untuk masyarakat. Pakaian renang kan memang sengaja diciptakan untuk kenyamanan sesorang ketika berenang, juga bahannya yang ringan bisa membantunya agar tidak tenggelam.

Mungkin anggota KPI ini gak biasa berenang di kolam renang kali ya? Makanya gak tau fungsi dari pakaian renang, sehingga diburamkan dengan alasan takut tubuh si atlet diekspolitasi.


Ngelesnya kebangetan. 


Padahal sebagai seorang atlet, dia sudah sangat terbiasa dilihat orang dengan pakaian renangnya. Pemburaman yang dilakukan malah terasa seperti pelecehan, karena apa yang salah dengan pakaian tersebut? Toh semua orang kalau berenang memang harus mengenakan pakaian renang/bikini.

Sama seperti desainer yang pakaiannya dipakai oleh para finalis puteri Indonesia. Tentunya para desainer itu memiliki tujuan untuk memamerkan hasil karyanya, yang dipadukan dengan kecantikan alami para finalis atau modelnya. Dan lagi-lagi, semuanya jadi buram, dan malah jadi gak kelihatan hasil karyanya.

Dan yang dilakukan KPI setelah semuanya terjadi adalah: lempar batu sembunyi tangan. Dengan semua hal-hal yang sudah terjadi, mereka dengan entengnya klarfikasi kalau yang melakukan itu Lembaga Penyiaran, dan bukan mereka.

Pernyataan dan kelakun KPI membuat gue semakin yakin, kalau isi otak dan celana mereka itu sama sempitnya.


Salam,


nuruliu

Share:

6 komentar

  1. iya aku pikri juga kebangetan dan aneh sekali. Justrui kiat harus mendidik anak-anak kita untuk selalu punay pikiran yang jernih tak punay piktor pikiran kotor. Masa patung saja sampi diblur , emang bakal bikinorang birahi atau jadi terangsang, ih bener2 keterlaluan. Justru kita mendidik diri sendiri, keluarga kita untuk berpikiran jernih dan atk pernah punay piktor. rasanay jadi merasa orang indonesia itu ngeres gitu???

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai Tira! setuju banget kalau harusnya kita bisa membiasakan orang-orang sekitar agar tidak memiliki pikiran kotor. tapi yah, mungkin KPI gak sepemikiran sama kita. kita lihat aja deh nanti KPI bakalan jadi apa. :))

      Salam,

      nuruliu

      Hapus
  2. Betul, dengan adanya sensor dari KPI malah membuat ekpektasi penonton makin kemana-mana :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Budy!

      tuhkan! sensor berlebih memang membuat pikiran kita jadi kebayang ke mana-mana. semoga KPI bisa lebih baik lagi ya. :')

      Salam,

      nuruliu

      Hapus
  3. menurut gue dengan adanya sensor yg enggak jelas ini, malah membuat penonton makin berfikiran mesum aja, makin berpikir-pikir jelek.. ahahaha. bgst

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget! bakalan susah diubah kalau KPI masih diisi oleh orang-orang berpikiran kolot. btw, ini temennya firman bukan sih? hahaha

      Hapus